Resensi Novel Hex Hall
Judul: Hex Hall
Penulis: Rachel Hawkins
Penerbit: Fantasious (Grup Ufuk Publishing)
Tebal: 400 halaman
Tahun Terbit: 2014 (2nd Editon)
Buku ini saya pilih secara random. Awalnya saya berniat beli buku bergenre fantasi, tapi gatau buku fantasi yang bagus. Setelah saya liat-liat sinopsis beberapa buku (dan tentu saja harganya hehe), akhirnya saya memilih buku Hex Hall ini. Melihat buku ini, pikiran saya langsung melayang ke kisah Harry Potter. "Sepertinya ini kisah Harry Potter versi tipisnya" kata saya dalam hati. Karena buku ini juga menawarkan kisah murid di sekolah sihir. Namun jika diperhatikan, ada beberapa hal yang membedakan Hex Hall dengan Harry Potter.
Buku ini menceritakan Sophie Mercer seorang remaja putri berusia 15 tahun yang memiliki kekuatan sihir. Seharusnya ia berhati-hati agar orang lain tidak mengetahui kekuatan sihir yang dimilikinya. Namun di sebuah pesta, ia mengeluarkan mantra cinta untuk membantu temannya agar bisa mendapatkan cowok populer di sekolah. Kekacauan pun terjadi. Orang-orang jadi mengira Sophie punya kekuatan sihir. Mengetahui hal itu, Orang tuanya memasukkan Sophie ke Sekolah Hex Hall.
Di sekolah sihir tersebut Sophie tidak hanya bertemu sesama penyihir saja. Disana ada juga kaum vampir, peri, dan shapeshifter (manusia serigala dan manusia yang bisa berubah wujud menjadi hewan). Keempat kaum itu disebut kaum Prodigium. See ? mulai terlihat perbedaan antara Hex Hall dengan Harry Potter. Namun sayangnya keterbatasan berimajinasi saya membuat adanya empat karakter berbeda tersebut kurang berpengaruh untuk menambah seru cerita. Mungkin kalau difilmkan efek menariknya bisa muncul.
Mula-mula, buku ini menyajikan cerita dengan nuansa teenlit yang cukup kental. Persahabatan antara Sophie dengan teman sekamarnya, Jenna dan konflik cinta segitiga antara Sophie, Archer, dan Elodie (Pacar Archer). Pada pertengahan buku barulah muncul sebuah misteri. Ya.. selama membaca, saya cukup menunggu-nunggu kapan misterinya muncul.
Sophie menemukan teman sekolahnya, Chatson tergeletak di kamar mandi dengan luka di leher dan sayatan di kedua pergelangan tangannya. Melihat luka dileher tersebut, pihak sekolah mencurigai Jenna sebagai pelakunya karena ia satu-satunya vampir di sekolah itu. Namun Sophie tidak berpikir seperti itu. Ia percaya Jenna tidak melakukannya. Selanjutnya, pembaca akan menemukan apakah Jenna pelakunya atau bukan.
Jika diperhatikan, sikap Sophie yang begitu percaya pada Jenna memberi teladan bagi pembaca untuk bisa percaya dan tidak berprasangka buruk terhadap orang lain apalagi sahabatnya sendiri.
Menjelang akhir buku, hal-hal tak terduga makin banyak bermunculan yang membuat keseruan cerita mencapai klimaksnya. Archer ternyata adalah salah satu dari mata. Mata merupakan sebutan bagi anggota L’Occhio di Dio, kelompok pemburu prodigium. Archer selama ini menyamar dan setelah identitasnya diketahui oleh Sophie, ia secara misterius hilang dari sekolah.
Hal yang paling mengejutkan adalah mengenai Sophie yang ternyata ia bukan penyihir biasa. Begitu ia tahu siapa dia sebenarnya, ia membuat keputusan. Mengenai keputusan yang harus ia jalani, telah dikisahkan pada buku kedua yang berjudul Demonglass. Pembaca benar-benar dibuat penasaran untuk segera melanjutkan membaca buku yang kedua.
Terakhir saya mau bahas covernya. Menurut goodreads, buku Hex Hall yang saya baca ini adalah 2nd edition. Jadi covernya beda dengan cover saat pertama kali terbit di Indonesia. Menurut saya cover 2nd Edition ini bagus dan lebih eye catching dibanding cover edisi sebelumnya. Gabungan gambar-gambar dengan latar warna dominan hijau terlihat padu.
Sumber : http://bukubrian.blogspot.co.id/2016/03/resensi-buku-hex-hall.html
0 komentar: