Resensi Novel Rantau Satu Muara

00.59 Damar Tyas 0 Comments

rantau1


Rantau 1 Muara merupakan trilogi dari novel Negri 5 Menara dan Ranah 3 Warna.
Alif lulus dari Universitas Padjajaran Bandung dengan nilai yang sangat memuaskan. Tentunya ia yakin perusahaan akan berlomba mendapatkannya. Namun, ia di wisuda di waktu yang kurang tepat. Pada saat itu, di akhir tahun 90-an, Indonesia mengalami krisis moneter sehingga ia kesulitan mencari pekerjaan. Berkali-kali ia mengirim lamaran pekerjaan, namun hasilnya nihil. Ia mengalami kegalauan yang sangat hebat. Di sisi lain ia juga harus membiayai amak dan adik-adiknya.
Dimulai dengan mulai mengirimkan surat lamaran pekerjaan, kemudian menerima juga surat balasan yang ternyata isinya adalah penolakan hingga sampai juga akhirnya ia merima surat yang membawa angin segar bahwa ia diterima bekerja. Di Jakarta. Ketika ia bersiap untuk pindah dari Bandung ke Jakarta, ada satu surat yang datang membuatnya kembali limbung. Surat yang mengabarkan bahwa penerimaannya oleh perusahaan dibatalkan.

Setitik sinar muncul ketika Alif diterima menjadi wartawan di sebuah majalah terkenal di Jakarta. Di sana, ia bertemu dengan seorang gadis yang dulu pernah dia curigai. Gadis itu bernama Dinara yang ternyata adalah temannya Raisa. Lambat laun hatinya tertarik pada Dinara.
Dari Jakarta, terbuka cakrawala baru. Alif meraih beasiswa keWashington DC, dia kuliah sambil bekerja menjual tiket. Di sana ia bertemu dengan Garuda, ia orang Indonesia asli orang Jawa. Bersamanya ia tinggal di Amerika. Dia sangat menyayangi alif layaknya adik sendiri. Cerita-ceritanya sangat menginspirasi Alif. Baik itu cerita tentang keluarganya ataupun tentang calon istrinya.
Dari situ akhirnya alif mulai berfikiran untuk melamar gadis pujaan hatinya, Dinara. Proses pendekatan kepada papa nya Dinara, itu yang paling sulit. Karena awalnya papa nya Dinara tak merestui hubungan mereka. Namun Alif tak pernah menyerah, ia terus berusaha menarik hati papanya. Yang pada akhirnya merestuinya.
Dengan penuh semangat, Alif terbang dari Amerika menuju Indonesia. Hal yang paling dinantinya akhirnya tiba juga. Ia menikah dengan Dinara.
Usai pernikahan, mereka terbang lagi ke Amerika, dari situ mereka menjalani hidup yang penuh luka-liku di Amerika. Dinara menjadi wartawan di sebuah majalah terkemuka di Amerika, lalu setelah lulus kkuliah Alif menyusul Dinara. Mereka hidup bahagia, gaji yang besar membuat mereka mudah melakukan apapun di Amerika. Pun cita-citanya untuk membantu Amak dan adik-adiknya di kampung tercapai jua. Mereka jujga mampu menjadi wartawan yang paling berprestasi, mampu menjadi wartawan teladan bagi semua wartawan di majalah tersebut. Sampai terjadi peristiwa 11 September 2001 di World Trade Center, New York, yang menggoyahkan jiwanya. Garuda, yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri menjadi korban peristiwa tersebut. Alif dipaksa memikirkan ulang misi hidupnya.
Mantra ketiga “man saara ala darbi washala” ( siapa yang berjalan di jalannya akan sampai pada tujuan ) menuntun perjalanan pencarian misi hidup Alif. Hidup hakikatnya adalah perantauan
“Hidupku kini ibarat mengayuh biduk membelah samudera hidup. Selamanya akan naik turun dilamun gelombang dan ditampar badai. Tapi aku tidak akan merengek pada air, pada angin, dan pada tanah. Yang membuat aku kukuh adalah aku tahu kemana tujuan akhirku di ujung cakrawala.” (hal. 395)
Rantau 1 Muara bercerita tentang konsistensi untuk terus berkayuh menuju tujuan, tentang pencarian belahan jiwa, dan menemukan tempat bermuara. Muara segala muara.
Resensi :
Sukses dengan buku pertama dan kedua, Ahmad Fuadi kembali merilis buku ketiga dari trilogi novel Negeri 5 Menara (N5M), yaitu Rantau 1 Muara (R1M). Kali ini hadir dengan mantra baru atau sebuah kata mutiara dari pepatah arab yaitu “man saarala darbi washala” yang artinya siapa yang berjalan di jalannya akan sampai tujuan. Mantra ini mengajarkan kepada pembaca bahwa seseorang yang apabila konsisten terhadap apa yang dilakukannya, maka ia akan berhasil mencapai tujuan yang diimpikannya.
Dengan sangat apik, Ahmad Fuadi menyuguhkan perjalanan dan perjuangan hidup seorang pemuda bernama Alif Fikri dalam menggapai cita-cintanya. R1M (Rantau 1 Muara) mengambil setting cerita di Jakarta dan di Amerika Serikat. Lokasi ketika ia menjadi reporter Derap dan di saat yang sama ia menemukan pendamping hidup di tempat kerjanya itu, serta ia bisa mendapatkan beasiswa S2 di Amerika.
Pengalaman kerja Alif menjadi seorang reporter Derap mampu memberikan gambaran kepada pembaca tentang bagaimana cara kerja seorang reporter dengan segala idealismenya. Sersan Alias serius tapi santai menjadi penenang perjuangan awal bagi Alif di majalah itu. Status doctor alias mondok di kantor pun dialaminya selama beberapa bulan di tempat kerjanya. Wawancara pocong pun menjadi karya terbaik pertama hingga ia berhasil mendapatkan bonus tambahan uang gajinya. Cerita menjadi seorang reporter ini menjadi magnet tersendiri bagi pembaca agar berminat untuk terjun ke dunia jurnalistik.
Di tengah kesibukannya menjadi seorang reporter, Alif dengan penuh kesungguhan tetap berjuang meraih cita-citanya untuk lanjut S2 di Amerika. Olehnya itu, tak lelah ia belajar TOEFL dan GRE hingga larut
malam serta berlatih dalam tanya jawab berbahasa inggris dengan kedua orang temannya sebagai persiapan meraih beasiswa Amerika. Lagi-lagi ia berprinsip, going the extra milies, berusaha di atas rata-rata orang lain. Berkat kesungguhan dan kesabarannya yang tak bertepi itu, akhirnya beasiswa pun dapat mengantarkannya untuk belajar di Amerika.
Sama seperti novel-novelnya terdahulu, Ahmad Fuadi selalu memberikan bumbu cinta di setiap jalan cerita novelnya. Mungkin agar cerita tidak terkesan monoton, maka tema cinta selalu menjadi penyedap bagi kebanyakan penulis. Jika cerita cinta tidak terlalu mencolok pada kedua novel sebelumnya, lain halnya dengan novel ketiga ini. Di novel ini banyak bab yang membahas tentang perjalanan cinta dengan rekan kerjanya di Derap yaitu Dinara yang kemudian menjadi pendamping hidupnya. Kisah ini pun mengajarkan kepada pembaca untuk menyegerakan menikah ketika hati telah tertambat pada seseorang dan timbul keyakinan untuk segera membangun rumah tangga.
Akhirnya, novel ini sangat layak untuk dibaca bagi para pelajar yang ingin kuliah di luar negeri. Selain itu, layak juga dibaca bagi seseorang yang masih berjuang dalam mencari kerja, pendamping hidup, dan menginginkan masa depan yang cerah. Sungguh novel ini penuh dengan perjuangan, kesabaran dan bara keberanian. Pesan akhir dari novel ini sangat menyentuh.
Di dalam novel ini penyajiannya sudah cukup baik bagi bacaan semua umur. Pengarang dapat mendeskripsikan suatu hal yang membuat imajinasi berkembang. Alur majunya menyambungkan cerita dan membuat pembaca terlarut dalam kosakata dan buaian cerita.
“Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian dan kebermanfaatan”. Dalam hal ini, pembaca diajarkan untuk memahami salah satu makna “man saara ala darbi washala” yang sebenarnya bermuara pada satu tujuan, yakni menuju kepada sang khaliq.
Dalam novel ini juga, Ahmad Fuadi lewat trilogi novel N5M ingin mengajak para pembaca untuk tidak takut bermimpi besar, berpetualang sejauh mata memandang, mengayuh sejauh lautan terbentang, dan berguru sejauh alam terkembang. Sesungguhnya Tuhan maha mendengar atas segala harapan hamba-Nya.
Man Jadda Wajada!
Bertualanglah sejauh mata memandang.
Mengayuhlah sejauh lautan terbentang.
Bergurulah sejauh alam terkembang.
Di dalam novel ini juga terdapat kelemahan yaitu penggunaan bahasa minang yang tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, membuat imajinasi pembaca terhambat akibat tidak memahami percakapan tersebut. Di dalam buku ini juga tersirat mendiskreditkan pekerjaan seseorang, yakni penjual cokelat yang diulang dalam beberapa bab. Terlalu banyak percakapan yang kurang penting, seperti contohnya di Bab Setan Merah yang kurang menarik dan bertele-tele. Penulis tampaknya terlalu banyak memainkan kata-kata hingga maknanya yang kental menjadi cair.
Untuk dapat memahami novel ini, setidaknya kita telah mengetahui setting dalam cerita ini. Bagi pengarang, sebaiknya meletakan catatan kaki untuk bahasa daerah agar tidak mengurangi persepsi pembaca.
Saya bisa memberi kesimpulan dari Novel yang dibuat oleh Ahmad Fuadi ini, saya dapat mengambil beberapa pelajaran hidup yang penting, seperti mantra-mantra yang diucapkan penulis. Man Jadda Wa jada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Man shabara zhafira (siapa yang bersabar akan beruntung), dan man saara ala darbi washala (siapa yang berjalannya akan sampai ke tujuan). Dalam buku ini dijelaskan betapa pentingnya merantau di negeri orang, selain dapat melihat dunia, juga dapat mengeluarkan kita dari zona nyaman. Dengan merantau Alif berhasil mendapatkan pekerjaan, istri, dan juga jati dirinya. Bukan hanya tujuan kebahagiaan dan keberhasilan dunia tapi juga tujuan hakiki. Ke tempat kita dulu berasal. Ke Sang Pencipta (hal 359). Membuat kita sadar bahwa kehidupan tidak kekal, dan sesukses apapun kita di dunia akan kembali ke kehidupan yang abadi, apakah akan suskes juga di akhirat kelak tergantung bekal kita di dunia.

Sumber : https://ayuzura.wordpress.com/2014/10/02/resensi-lengkap-rantau-1-muara-karya-ahmad-fuadi/

You Might Also Like

0 komentar: