Resensi Novel Jentera Bianglala - Ahmad Tohari

21.23 Damar Tyas 0 Comments

Hasil gambar untuk resensi jentera bianglala





Sinopsis:
Tahun 1966 mungkin menjadi tahun yang tak akan terlupakan. Penjara sementara dipenuhi oleh manusia, kekejaman hukuman terhadap orang yang terduga simpatisan PKI terjadi. Militer menjadi hal yang menakutkan bagi masyarakat. Penjara yang penuh sangat tidak representatif, bahkan untuk tidur saja mereka tak bisa karena saling berdempetan.
Rasus sendiri resah, segala bentuk kekisruhan ini benar-benar menjadi tekanan tersendiri dalam hidupnya. Di pos penjagaan dia sering teringat neneknya yang telah renta, juga Srintil. Dukuh Paruk, ibu kandungnya, tak pernah lepas dari ingatan. Maka dengan tekad, dia meminta izin kepaa komandannya untuk cuti sekadar menengok Dukuh Paruk. Dua kali tekad itu tak terlaksana, karena sang komandan melarang. Namun akhirnya, dia diizinkan, setelah sebelumnya mendapatkan pukulan yang telak. Sampai di Dawuan dia mampir ke markas Sersan Pujo. Dari Sersan Pujo, dia tahu bahwa Dukuh Paruk sudah berubah, pedukuhan itu seperti tanpa ruh.
Sementara itu, Sakarya tidak lagi dapat berpikir. Dia yang tak tahu apa-apa, ikut menjadi korban kekejaman kekuasaan. Dukuh Paruk yang miskin, terbelakang, dan jauh dari masyarakat lain semakin terpencil. Semacam disalahkan, semacam terintimidasi. Terlebih, kepergian Srintil, bagi Sakarya adalah pukulan yang sangat telak.
Rasus yang dikawal Sersan Pujo akhirnya sampai juga di Dukuh Paruk. Kedatangan tentara menjadikan trauma tersendiri bagi masyarakat Dukuh Paruk. Namun hal itu tak terjadi, ketika mereka tahu yang datang adalah Rasus. Rasus yang masih sama dengan yang dulu. Beberapa saat kemudian, Rasus harus mendapati kenyataan bahwa neneknya meninggal. Ini benar-benar kesedihan yang tidak dapat dibendung lagi olehnya. Hatinya semakin bergolak, ketika menyadari harapan masyarakat Dukuh Paruk tertumpu kepadanya, bahkan Sakum maupun Sakarya meminta dia untuk memebebaskan Srintil dan mengambilnya menjadi istri.
Mendengar amanah ini, sepulang dari Dukuh Paruk, dia menuju Eling-eling, sebuah tempat yang ditunjukan Sersan Pujo sebagai tempat ditahannya Srintil.  Dia bisa masuk setelah sebelumnya sedikit menipu dengan alasaan, dia adalah mantan pembantu komandan. Pertemuan dengan Srintil di penjara itu, hanya berupa pertemuan bisu. Waktu memisahkan mereka, namun memberikan kesan yang mendalam.
Suatu ketika, Dukuh Paruk digegerkan dengan kehadiran Srintil. Dia nyaris pingsan di pematang sawah, beruntung orang-orang segera menolongnya. Saat itu Dukuh Paruk sudah mulai bangkit dan menata hidup. Yang paling bahagia tentang kedatangan Srintil, tentu saja Nyi Sakarya. Namun, kedatangan Srintil sekaligus mengingatkan mereka pada nestapa tahun 1965, bagaimana perasaan mereka tercabik, setiap kali orang memandang dengan pandangan yang menghakimi. Pukulan keras bagi Srintil, ketika Goder bocah lelaki itu bahkan tak lagi mengenalinya. Namun, hal itu hanya berlangsung beberapa hari. Goder kembali mengenali Srintil, hal inilah yang membersitkan sedikit kebahagiaan di hati Srintil. Banyak yang ingin tahu pengalamannya selama meniggalkan Dukuh Paruk, namun Srintil memilih diam.
Nestapa yang dialami Srintil semakin menjadi. Ketika di Dawuan dia tak lagi di daulat menjadi idola. Tatapan mereka yang di pasar terasa tajam dan menusuk, tak ada yang ingin berdekatan dengannya., di jaman seperti ini, orang-orang takut berdekatan dengan bekas tahanan.
Tahun 1969, Dukuh Paruk masih miskin, bahkan semakin miskin. Sakarya merasa, perannya sebagai tetua telah luruh. Dia tak lagi dapat mempertahankan adat dan budaya Dukuh Paruk. Dia lebih sering termenung di depan cungkup makam Ki Secamenggala. Srintil sendiri kini sudah mulai hidup bersama Goder. Dia ingin meninggalkan masa lalunya yang kelam dan traumatik. Bahkan ketika Nyai Kertareja mengabarkan bahwa Marsusi ingin bertemu dengannya, ada kemarahan dalam diri Srintil.
Namun, diam-diam Marsusi sudah merencanakan hal yang licik. Dia bersekongkol dengan Darman petugas yang mengurusi pelaporan Srintil. Dengan dalih diminta Darman, Srintil dijemput dan diantar melaporkan diri. Pulangnya dia dipaksa ikut membonceng mau diantarkan ke rumah, tak tahunya dia akan dibawa ke daerah Perkebunan Wanakeling. Namun, di tengah jalan Marsusi tidak menyadari, kalau Srintil terjatuh, sehingga ronggeng itu mampu melarikan diri ke dalam hutan. Marsusi yang menyadari bahwa Srintil sudah tidak ada dalam boncengannya menyusul mencari.
Kemudian, dia menemukan Srintil tengah tergolek. Srintil sudah pasrah kalau nanti Marsusi akan menyetubuhinya. Melihat kepasahan Srintil, mendadak Marsusi merasa tak tega. Hingga, datang seorang pengendara motor yang mengantarkan dia pulang.
Hari berganti, Dukuh Paruk kemudian ramai dengan para pekerja proyek yang membangun irigasi. Suatu saat, Srintil datang pada acara ganti rugi tanah. Dia bertemu dengan Bajus, pimpinan proyek. Kedekatan mereka hari demi hari semakin terasa. Hal ini pula yang menyebabkan pandangan masyarakat kepada Srintil menjadi lebih baik.
Saat itulah Rasus datang. Kedatangan Rasus membuat Srintil bimbang, begitu pun Rasus, ada yang mengaduk-aduk perasaannya. Terlebih ketika dia tahu Srintil ada hubungan dengan Bajus. Namun, Rasus bersikap tegas. Dia meminta Srintil menunggu, hanya saja ketika ada laki-laki yang bersungguh-sungguh terhadap Srintil dia akan ikhlas.
Tahun 1970, pengerjakan proyek semakin gencar semakin ramai. Srintil dengan Bajus pun semakin dekat, lama kelamaan dia bisa melupakan Rasus. Dia mulai mau diajak Bajus pergi. Pandangan orang pun benar-benar sudah berubah terhadap Srintil. Mereka menaruh hormat. Suatu ketika, Srintil diajak Bajus untuk menghadiri sebuah pertemuan. Srinti di tempatkan dalam sebuah villa. Ternyata dalam pertemuan itu Bajus hendak meminta proyek kepada Pak Blegur, orang yang selama ini sudah sangat membantunya. Sebagai imbalan dia harus menyediakan wanita penghibur, ternyata Srintillah yang dia jadikan wanita penghibur bagi Pak Blegur. Mendapati kenyataan ini Srintil merasa tergoncang. Dia yang menganggap Bajus ingin menikahinya ternyata berniat busuk. Bajus sendiri tidak mungkin menikahi Srintil karena dia impoten disebabkan oleh kecelakaan.
Sementara itu, Pak Blegur yang melihat sosok wanita yang berbeda merasa tak tega untuk bersetubuh dengan Srintil. Namun ternyata, Srintil sudah terlanjur terguncang. Dia menjadi gila. Hal ini baru diketahui oleh Rasus ketika dia pulang ke Dukuh Paruk. Rasus merasa tertekan, dia merasa sangat bersalah, hingga akhir cerita dialah yang kemudian merawat dan membawa Srintil ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan. Dia pula yang kemudian bersedia untuk menikahi Srintil kelak.

Sumber : https://preteers.wordpress.com/2012/07/10/resnsi-jentera-bianglala-ahmad-tohari/

You Might Also Like

0 komentar: